Maret 2015
Bulan Maret merupakan bulan-bulan
krusial bagi kami, mahasiswa di salah satu sekolah tinggi. Karena di bulan ini genap
setengah tahun kami berada di kota perantauan dan pada bulan ini juga kami
mendapatkan jatah liburan selama dua minggu sebelum pengumuman Indeks Prestasi,
atau sering disebut IP. Liburan dua minggu ini akan menjadi liburan yang sangat
padat dan bermanfaat bagi kami yang tetap berada di kota perantauan maupun yang
pulang kampung.
Di minggu-minggu pertama kami
yang berada di kota perantauan disibukkan dengan acara sosialisasi ke Sekolah
Menengah Atas di daerah kami. Kegiatan itu berjalan lancar, karena lumayan
banyak dari siswa-siswi SMA tersebut yang tertarik dengan sekolah kami. Selang
beberapa hari setelah acara sosialisasi tersebut selesai, aku, keempat teman
sekosku, serta beberapa temanku yang lain merealisasikan planning liburan kami yang sempat tertunda.
Planning-planning kami seperti menjelajah kota perantauan, menonton
film bersama di kos, atau bahkan hanya sekadar berkumpul dan bercerita hingga
larut malam. Untuk menjelajah kota perantauan, kami pergi dari satu tempat ke
tempat lain yang belum pernah kami kunjungi bahkan ke tempat yang sedang booming di kota perantauan kami ini.
Kadang juga kami berwisata kuliner, tentu saja kuliner dengan harga yang pas
dengan kantong mahasiswa. Yang jelas, liburan kali ini terasa sangat
menyenangkan bagiku.
Namun entah kenapa disisi lain
aku merasa sedih, baper, cemburu, dan
campur aduk. Aku tak mengerti dengan perasaanku ini, aku merasakan itu kepada
salah seorang sahabatku. Iya, dia memang sosok yang baik kepada siapapun dan
menyenangkan. Tapi entah kenapa dengan sifatnya yang seperti itu aku merasa
kurang nyaman. Aku merasa tidak hanya aku yang diberikan perhatiannya, merasa
tidak spesial. Perasaanku semakin menjadi-jadi. Aku sering marah tanpa alasan
saat melihat dia sangat akrab dan asik dengan sahabat wanitaku. Tuhan, perasaan
apakah ini?